Judul diatas sepertinya hanya sebuah judul sepele yang apalah.. apalaaah artinya. Tapi sebenarnya itu bermakna dalam bagi masa kecilku. "Aku dan Kapur Tulis"... Alat tulis berbentuk panjang bulat berwarna putih dan ada yang berwarna-warni itu terbuat dari batu kapur atau orang Jawa menyebutnya 'Gamping'. Bagi yang lahir sebelum tahun 90an pasti tahu betul apa fungsinya.. karena peranannya yang sangat penting dalam dunia pendidikan. Kapur Tulis adalah salah satu alat tulis untuk mengajar di kelas. Digoreskan dalam selembar papan berwarna hitam yang ditempelkan di dinding atau disandarkan pada sebuah jagrak kayu jati. Tapi bukan tentang dunia pendidikan yang akan saya kisahkan, tapi ini adalah tentang masa kecilku.
Ketika usiaku belum genap 5 tahun.. belum juga masuk sekolah TK.. aku sudah suka memainkan Kapur Tulis. Mencoret-coretkannya di pintu atau jendela... meskipun perbuatanku itu akan mengundang teguran dari orang tuaku. Tapi aku tetap bandel... terus saja mencoret-coret apapun yang terbuat dari kayu. Hingga akhirnya masuk sekolah TK lalu SD lalu mulai bisa mencoret dengan benar. Dan mulai juga bisa membaca... (jaman tahun 70an.. anak usia SD barulah bisa membaca krn TK tidak mengajarkan membaca sama sekali.. tdk seperti sekarang... anak usia playgroup saja sudah mengenal huruf). Sejak bisa membaca.. aku mulai suka membaca segala macam buku atau majalah.. terutama buku cerita anak, dongeng dan mulai berkhayal. Segala khayalanku kutuangkan dalam coretan gambar dengan Kapur Tulis.. tapi media perabot kayu di rumah sudah tidak cukup lagi utk menampung khayalanku.. dan apa yang terjadi ?
Aku melihat media gambar yang sangat luas terbentang di depan mata... itulah lantai rumah yang saat itu terbuat dari plesteran semen bukan keramik atau ubin licin. Dan aku selalu memilih lantai di dekat meja makan karena tidak licin sehingga sangat mudah digores dengan Kapur Tulis. Aku mulai berkarya dan berkhayal... bercerita sendiri sambil menggambar... apa saja aku ceritakan.. mulai dari dongeng kerajaan, fabel, pohon-pohonan... apapun yang bisa aku gambar. Sampai lantai ruang makan penuh gambaran dengan Kapur Tulis.. dan otomatis tangan, kaki terutama dengkulku memutih akibat debu kapur... hahahahaaaa.... Apakah orang tuaku marah ?
Bapak dan Ibuku adalah seorang guru.. bahkan bapakku adalah guru Agama dan Menggambar di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP/SMP). Beliau mengerti dan memahami betul kemampuanku. Waktu kelas 1 SD saja... aku sudah bisa menggambar manusia & beberapa binatang dengan bentuk yang betul. Beliau terutama Ibuku hanya bisa geleng-geleng kepala setiap pulang dari mengajar melihat lantai rumah sudah penuh dengan coretan Kapur Tulis. Dan membiarkan saja karena aku sulit dilarang kalau berkaitan dengan hobi itu. Aku sudah pernah dialihkan menggambar dengan kertas.. dan dibelikan buku gambar ukuran besar.. bahkan pernah juga dibelikan kertas karton putih berlembar-lembar dan pensil tebal. Tapi aku tidak nyaman... tetap kembali dan kembali lagi ngelesot dilantai sambil menggenggam Kapur Tulis. Ooiiyaaaa... pasti muncul pertanyaan... dari manakah aku mendapat Kapur Tulis di masa itu ? Bukankah Kapur Tulis hanya dimiliki & digunakan di Sekolah ?
Tidak sekalipun aku mengambil Kapur Tulis dari Sekolahku.. karena pasti akan di marahi habis-habisan oleh orang tuaku.. Orang tuaku pun tidak pernah membawakan aku Kapur Tulis dari Sekolah tempat Beliau mengajar. Lalu darimana ?
Hampir setiap hari aku menyisihkan uang sakuku untuk membeli Kapur Tulis di Warung dekat rumah. Kalau seingatku.. dulu harganya 1rupiah. Jadi kalau aku punya uang 5 rupiah.. aku bisa dapat 5 batang Kapur Tulis. Cukup untuk beberapa hari. Karena memang setiap hari aku melakukan aktifitas menggambar di lantai. Aku rela tidak jajan asal bisa membeli Kapur Tulis. Toh di rumah juga sudah tersedia jajanan.. jadi tidak masalah.
Melihat kerelaanku mengorbankan uang jajan demi beberapa batang Kapur Tulis... Suatu hari tiba-tiba orang tuaku pulang dari bepergian sore.. katanya sih ada urusan orang dewasa.. jadi aku nggak boleh ikut. Pulangnya Bapak menenteng sebuah papan yang cukup besar dan Ibu membawa bungkusan kotak entah apa itu. Aku cuek saja... karena memang biasa kadang-kadang Bapak atau Ibu membeli bahan-bahan untuk membuat alat peraga mengajar. Namun tiba-tiba aku dipanggil. Dan ditanyai "Nduk... kamu masih suka menggambar di lantai pakai Kapur Tulis ?" Hallaaaaah... Bapak itu gimana sih... lha wong tiap hari aja masih belepotan kapur koq. Batinku.. sambil menjawab "ya masih to pak". Lalu kata beliau lagi "Nek kamu dibelikan Kapur Tulis sekotak gitu mau nggak ?" Haaaaaah..... aku cuma melongo.. "Ya mau banget to pak... kapan pak aku dibelikan Kapur Tulis sekotak ?" Jawabku masih ragu-ragu... masa sih Kapur Tulis sekotak... kan itu mahal.. pikirku. Lalu Ibu mulai bicara juga. "Tapi ada syaratnya..." "Apa syaratnya buk?" tanyaku sambil masih tidak percaya. "Bener ya mau mengikuti syarat dari bapak & ibuk?" Aku makin antusias mendengarnya "Mau.. mau... mau..." jawabku demi sekotak Kapur Tulis. "Syaratnya kamu harus menggambarnya di Papan Tulis" kata ibu lagi.. semakin membuatku makin melongo... "Papan Tulisnya siapa buk ?" Tanyaku sangat heran.. bukankah Papan Tulis itu milik Sekolahan ? Tanyaku dalam hati. Lalu aku lihat bapak membuka bungkusan kotak cukup besar yang isinya....
"Ini buat kamu nduk..." kata bapak kemudian... aku cuma melongo... bener-bener melongo... sebuah Papan Tulis cukup besar... memang tidak sebesar di Sekolah... tapi ini besar... Belum berhenti aku melongo... ibu mengeluarkan dua kotak yang tadi dibawanya... "ini juga buat kamu" kata ibu.. membuatku tak bisa berkata-kata lagi... di tangan ibu ada dua kotak Kapur Tulis... yang satu Kapur Tulis Putih dan yang satunya Berwarna. Aku kegirangan yang amat sangat... sampai tidak bisa berkata-kata cuma melongo dan tersenyum lebar... "eeee.... malah ndomblong... " kata bapak kemudian. "Ini mau ditaruh dimana ?" Kata bapak menyadarkanku. Aku lalu tertawa-tawa... sambil menunjuk dinding dekat meja makan... "disini pak... tempel di sini.. tapi jangan tinggi-tinggi.. soalnya aku mau nggambarnya sambil duduk. "Tapi bener lho yaaa... nggak boleh lagi nggambar di lantai" kata ibu lagi.. sambil menyerahkan sebuah kotak lagi yang ternyata Penghapus Papan Tulis.
Sejak itulah aku mulai menuangkan khayalanku diatas papan tulis dengan Kapur Tulis berwarna warni... Rasanya memang tidak bisa dipercaya.. di sekitar tahun 1977 kalo tidak salah... aku punya Papan Tulis dan Kapur Tulis seperti di Sekolah... dan sejak itu Ibu pun rutin membelikan aku sekotak Kapur Tulis jika persediaan di rumah sudah habis. Hingga aku masuk SMP dan mulai mau menggambar di atas kertas. Dan Papan Tulis itu gantian digunakan adikku untuk media mencoret-coretnya.
Begitulah kisah Aku dan Kapur Tulis bagai sahabat masa kecil yang tak terpisahkan.. dan kebijaksaan orang tuaku yang tahu betul bagaimana harus mengarahkan kesenangan anaknya. Proud of you Bapak & Ibu...
----- •••○○○••• ------
Ketika jari jemariku menggores diatas kertas putih.. maka kau menjadi salah satu bagian dari cerita hidupku.
26 April 2018
source images : from Google (Kapur Tulis)
- And Privat Documents