source image : google |
"Berapa lama lagi akan kau beri kepastian
Pada selembar hati yang rapuh..
Lalu senyum manismu yang terbias dari pancaran wajahmu...
Tergambar jelas disetiap langkah kemanapun kaki melangkah..
Sementara perasaan ini selalu tak pasti, terkatung-katung..
Bagai biduk yang tak bersauh di hamparan lautan luas...... di hempas angin..."
Pada selembar hati yang rapuh..
Lalu senyum manismu yang terbias dari pancaran wajahmu...
Tergambar jelas disetiap langkah kemanapun kaki melangkah..
Sementara perasaan ini selalu tak pasti, terkatung-katung..
Bagai biduk yang tak bersauh di hamparan lautan luas...... di hempas angin..."
Delia mengayunkan
langkah, pelan-pelan menelusuri sepanjang jalan dipinggiran kota yang sepi.
Angin kering di senja itu mempermainkan helai-helai rambutnya yang sebahu,
sementara debu jalanan semakin mengotori kakinya. Sesekali disibakkan
rambut yang menutupi wajahnya... lalu kembali angannya menerawang jauh...
Sudah setengah jam dia berjalan sendiri. Hari sudah mulai gelap... sebentar lagi bulan akan segera menggantikan matahari. Delia tetap melangkah. Dipandanginya wajah bulan di langit, bintang pun mulai muncul satu persatu seolah menyapa kesunyian hatinya. Langkah Delia terhenti di depan sebuah Gereja kecil yang begitu sepi....
Remang lampu taman di depannya seakan mengajaknya untuk singgah duduk diantara pokok-pokok bunga. Ada sekuntum mawar merah yang mekar, begitu menggoda hatinya. Delia pun menghampiri dan duduk... kembali hatinya bertanya pada diri sendiri, "sudah berapa tahunkah aku tidak berada di sini ?"
Beberapa tahun yang lalu Delia memang pernah mengisi semaraknya tempat ibadah ini bersama sahabat-sahabatnya.... saat pertama kalinya juga hatinya tertaut pada seseorang bernama Dann.....
"Dimana kau kini...??!!" jerit Delia dalam hati
Dann.... laki-laki itulah yang pernah mengisi relung hatinya, yang sudah membuat Delia bercermin untuk melihat dirinya yang begitu sesat dan memantulkan realita yang mesti dihadapinya....
Dann ...... laki-laki menawan yang sudah memberi nuansa merah jambu di lembar-lembar buku hariannya.
Malam mulai merambah... Delia tak juga beranjak dari tempatnya duduk... masih dipandanginya pintu Gereja yang tertutup. Air matanya mulai menetes. "Kesalahan apakah yang telah kuperbuat padamu Dann, sehingga kau menghilang..? Tidakkah kau mengerti sekian lama aku menunggu dan terus menunggu datangmu, namun hanya bayanganmu yang melintas di mimpi-mimpiku, karena aku sangat rindu padamu. Masih terngiang di telingaku begitu renyah derai tawamu, begitu canggung gayamu didepanku, masih terekam dalam ingatanku akan janji setia yang kau ucap, lalu cita-citamu..." "Tunggu aku Delia... tunggu aku dengan setia yaaa..."
"Setia seperti apa yang kau inginkan Dann ? karena penantianku sia-sia, tiba-tiba tak ada sebuah khabar pun darimu. Aku sudah lelah dengan penantian ini, haruskah aku terus bertahan, sementara kamu tak kunjung datang ?"
Semakin lama semakin deras air mata Delia mengalir. Dikatupkannya kelopak matanya, hatinya berdoa " Ya Tuhan Kalau kesedihan dan kekecewaan ini sebuah ujian... biarlah aku tegar menghadapinya, aku takkan lari meninggalkanMu, walau berat hatiku merasakannya.. Engkau sandaranku Tuhan.... Engkau sumber pertolonganku... kekuatanku.."
Tiba-tiba seorang bapak tua menghampiri dan menyapanya "Siapa kamu gadis muda, kenapa tubuhmu diterpa angin malam ? kalau kau sedih hapuslah airmatamu .. lalu masuklah ke Gereja lalu berdoalah di sana, akan aku bukakan pintu"
Delia memandangi bapak tua yang berjaket lusuh dan berkain sarung itu. Wajah rentanya tidak bisa dilupakan Delia, meskipun sekarang semakin tampak tua. Dia koster Gereja yang ramah, senyumnya selalu tampak damai. Dulu Delia dan teman-temannya sering ngobrol dan bercanda dengan orang tua itu yang seluruh hidupnya diabdikan untuk melayani Tuhan. Namun rupanya pak koster ini lupa dengan Delia... atau gelapnya malam sudah semakin mengaburkan mata tuanya.... Delia mengikuti langkah pak koster memasuki gedung Gereja yang tak berubah. Delia duduk di depan mimbar kecil... bapak tua itu lalu menepuk pundak Delia "Tuhan akan mendengar doamu nak... berdoalah.." Delia memandangi punggung pak koster tua yang berlalu, hatinya bergejolak, tangan dan mulut tua itu telah memberi kesejukan dihatinya.
Delia pun mulai berdoa, ditumpahkannya seluruh air matanya malam itu, diingatnya Dann dalam doanya, dilepaskan seluruh beban yang selama ini menghimpit dan menyiksa hidupnya.
Waktu kian berlalu... malam semakin larut. Delia kembali duduk di taman... namun kini dengan perasaan yang lega. Ditatapnyya bulan yang tersenyum manis dan bintang yang berkedip-kedip ceria, setangkai mawar merah mengangguk-angguk seolah mengucap selamat malam, semua jadi tampak indah dan manis di hadapan Delia. Hatinya sudah tersenyum kembali.
Delia kemudian beranjak pergi, melangkah meninggalkan Gereja kecil yang memberinya tempat untuk berbicara dengan Tuhan. Senyumnya terulas, meskipun matanya masih tambah sembab setelah menangis... namun tak apa-apa... yang penting hatinya sudah beroleh damai sejahtera.
Semakin jauh langkah Delia.... semakin tak terlihat gedung Gereja itu... jaaauuuhhh..... dan jauh pula dari tatapan seorang laki-laki muda yang berada di sisi lain gedung Gereja... yang sejak dari tadi memandangi Delia dengan seksama namun tak mampu menyapa...laki-laki dalam doa Delia..... Dann..........
Sudah setengah jam dia berjalan sendiri. Hari sudah mulai gelap... sebentar lagi bulan akan segera menggantikan matahari. Delia tetap melangkah. Dipandanginya wajah bulan di langit, bintang pun mulai muncul satu persatu seolah menyapa kesunyian hatinya. Langkah Delia terhenti di depan sebuah Gereja kecil yang begitu sepi....
Remang lampu taman di depannya seakan mengajaknya untuk singgah duduk diantara pokok-pokok bunga. Ada sekuntum mawar merah yang mekar, begitu menggoda hatinya. Delia pun menghampiri dan duduk... kembali hatinya bertanya pada diri sendiri, "sudah berapa tahunkah aku tidak berada di sini ?"
Beberapa tahun yang lalu Delia memang pernah mengisi semaraknya tempat ibadah ini bersama sahabat-sahabatnya.... saat pertama kalinya juga hatinya tertaut pada seseorang bernama Dann.....
"Dimana kau kini...??!!" jerit Delia dalam hati
Dann.... laki-laki itulah yang pernah mengisi relung hatinya, yang sudah membuat Delia bercermin untuk melihat dirinya yang begitu sesat dan memantulkan realita yang mesti dihadapinya....
Dann ...... laki-laki menawan yang sudah memberi nuansa merah jambu di lembar-lembar buku hariannya.
Malam mulai merambah... Delia tak juga beranjak dari tempatnya duduk... masih dipandanginya pintu Gereja yang tertutup. Air matanya mulai menetes. "Kesalahan apakah yang telah kuperbuat padamu Dann, sehingga kau menghilang..? Tidakkah kau mengerti sekian lama aku menunggu dan terus menunggu datangmu, namun hanya bayanganmu yang melintas di mimpi-mimpiku, karena aku sangat rindu padamu. Masih terngiang di telingaku begitu renyah derai tawamu, begitu canggung gayamu didepanku, masih terekam dalam ingatanku akan janji setia yang kau ucap, lalu cita-citamu..." "Tunggu aku Delia... tunggu aku dengan setia yaaa..."
"Setia seperti apa yang kau inginkan Dann ? karena penantianku sia-sia, tiba-tiba tak ada sebuah khabar pun darimu. Aku sudah lelah dengan penantian ini, haruskah aku terus bertahan, sementara kamu tak kunjung datang ?"
Semakin lama semakin deras air mata Delia mengalir. Dikatupkannya kelopak matanya, hatinya berdoa " Ya Tuhan Kalau kesedihan dan kekecewaan ini sebuah ujian... biarlah aku tegar menghadapinya, aku takkan lari meninggalkanMu, walau berat hatiku merasakannya.. Engkau sandaranku Tuhan.... Engkau sumber pertolonganku... kekuatanku.."
Tiba-tiba seorang bapak tua menghampiri dan menyapanya "Siapa kamu gadis muda, kenapa tubuhmu diterpa angin malam ? kalau kau sedih hapuslah airmatamu .. lalu masuklah ke Gereja lalu berdoalah di sana, akan aku bukakan pintu"
Delia memandangi bapak tua yang berjaket lusuh dan berkain sarung itu. Wajah rentanya tidak bisa dilupakan Delia, meskipun sekarang semakin tampak tua. Dia koster Gereja yang ramah, senyumnya selalu tampak damai. Dulu Delia dan teman-temannya sering ngobrol dan bercanda dengan orang tua itu yang seluruh hidupnya diabdikan untuk melayani Tuhan. Namun rupanya pak koster ini lupa dengan Delia... atau gelapnya malam sudah semakin mengaburkan mata tuanya.... Delia mengikuti langkah pak koster memasuki gedung Gereja yang tak berubah. Delia duduk di depan mimbar kecil... bapak tua itu lalu menepuk pundak Delia "Tuhan akan mendengar doamu nak... berdoalah.." Delia memandangi punggung pak koster tua yang berlalu, hatinya bergejolak, tangan dan mulut tua itu telah memberi kesejukan dihatinya.
Delia pun mulai berdoa, ditumpahkannya seluruh air matanya malam itu, diingatnya Dann dalam doanya, dilepaskan seluruh beban yang selama ini menghimpit dan menyiksa hidupnya.
Waktu kian berlalu... malam semakin larut. Delia kembali duduk di taman... namun kini dengan perasaan yang lega. Ditatapnyya bulan yang tersenyum manis dan bintang yang berkedip-kedip ceria, setangkai mawar merah mengangguk-angguk seolah mengucap selamat malam, semua jadi tampak indah dan manis di hadapan Delia. Hatinya sudah tersenyum kembali.
Delia kemudian beranjak pergi, melangkah meninggalkan Gereja kecil yang memberinya tempat untuk berbicara dengan Tuhan. Senyumnya terulas, meskipun matanya masih tambah sembab setelah menangis... namun tak apa-apa... yang penting hatinya sudah beroleh damai sejahtera.
Semakin jauh langkah Delia.... semakin tak terlihat gedung Gereja itu... jaaauuuhhh..... dan jauh pula dari tatapan seorang laki-laki muda yang berada di sisi lain gedung Gereja... yang sejak dari tadi memandangi Delia dengan seksama namun tak mampu menyapa...laki-laki dalam doa Delia..... Dann..........
***************************************************************** Mart 1992
JOIN NOW !!!
BalasHapusDan Dapatkan Bonus yang menggiurkan dari dewalotto.club
Dengan Modal 20.000 anda dapat bermain banyak Games 1 ID
BURUAN DAFTAR!
dewa-lotto.name
dewa-lotto.com